Esai
Oleh
Annisa Ratu – Ilmu Komunikasi – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Ditulis
untuk memenuhi salah satu persyaratan seleksi Kuliah Kerja Nyata Kebangsaan
2017
Banten adalah sebuah provinsi
muda yang berdiri tahun 2000, yang merupakan pemekaran dari Provinsi Jawa
Barat. Saya percaya Banten dijadikan sebuah provinsi karena Banten, daerah yang
pernah berjaya di masa lalu sebagai pusat perdagangan ini memang mampu
menjalankan otonomi daerah. Dengan segala potensinya di berbagai bidang mulai
dari politik, ekonomi, sosial, dan budaya, Banten mampu menjadi provinsi yang
maju dan baik di mata masyarakat Indonesia maupun dunia.
Provinsi Baten di usianya yang muda
telah menorehkan banyak cerita bagi saya pribadi serta masyarakat lainnya. Saya
sendiri merupakan penduduk Kota Serang yang merupakan ibukota provinsi Banten,
dapat merasakan atmosfer unik kota yang baru berdiri tahun 2007 silam ini.
Mulai dari tata kotanya yang cukup rapi khas tata kota Islam dimana letak
alun-alun, pusat pemerintahan, serta pusat ibadah yaitu masjid berdekatan
seperti yang ada di tengah Kota Serang dan kawasan Banten Lama di Kabupaten
Serang. Kemudian suasana keislaman yang cukup kental bisa saya rasakan di
daerah Banten khususnya daerah Banten Lama dan Pandeglang. Hingga cerita-cerita
pengalaman saya melakuka wisata ke berbagai tempat wisata menarik sambil
mencicipi berbagai kuliner khas di penjuru Banten. Dari banyaknya cerita yang
bisa saya dapatkan selama saya hidup di Banten, ada hal yang selalu menjadi
pertanyaan keluarga dan teman-teman dari luar kota seperti, “di Banten banyak santet ya?” “Di Banten
banyak ilmu hitam ya?” “Di sana banyak yang bisa pelet ya?” “Orang Banten,
pinter ngaji dong?” dan sebagainya.
Setiap tempat punya cerita, dan
cerita-cerita itulah yang kemudian bisa menyebar dan mempunyai nilai di benak
masing-masing individu yang mendengar cerita tersebut. Cerita-cerita tersebut
sangat beragam, dibentuk oleh fisik tempat itu sendiri hingga pribadi
penghuninya. Baik itu cerita romantis seperti yang melekat ketika orang-orang
menyebut Paris, hingga “pemberani” ketika orang-orang menyebut Surabaya yang
dikenal sebagai Kota Pahlawan karena aksi heroik Bung Tomo menyerukan semangat
untuk pemuda-pemudi Surabaya, ditambah Bonek (Bondo Nekat/Modal Nekat) yang
digambarkan nekat dan berani walaupun kebanyakan masyarakat mengartikannya
negatif. Tapi bagaimana dengan Banten?
Persepsi merupakan kesan yang diperoleh oleh
individu melalui panca indera kemudian dianalisa, diintepretasi dan kemudian
dievaluasi, sehingga individu tersebut memperoleh makna (Robbins:2003).
Persepsi merupakan kesan atas sesuatu yang terbentuk setelah melalui proses
pemikiran atau analisa dari individu. Banten sebagai daerah yang kental dengan
kehidupan yang religius sekaligus hal-hal magis di pikiran orang-orang yang
berasal dari luar Banten memberikan nilai tersendiri bagi orang Banten asli dan
masyarakat pendatang yang tinggal di Banten. Mereka jadi semakin yakin dan
percaya diri untuk berkata, “Wong Banten
keh, jangan macem-macem!” yang maksudnya adalah memberi peringatan bahwa
orang Banten kuat, dan tidak terkalahkan. Hal ini disebabkan oleh istilah
Jawara Banten yang melekat dan cukup terkenal hingga daerah luar Banten. Jawara
Banten sendiri merupakan pendekar asal Banten yang kuat, beberapa
mendefinisikannya dengan pendekar yang kuat dengan religiusitas yang tinggi
serta ilmu-ilmu kekebalan tubuh.
Persepsi
dari luar terbentuk karena pengalaman orang-orang luar Banten terhadap Banten
sendiri. Sedangkan dalam membentuk persepsi Banten, selain karena memang budaya
yang sudah melekat, orang Banten dipengaruhi juga dengan persepsi dari luar
sehingga mereka cenderung menerima pemikiran luar yang menggeneralisasikan
orang Banten bisa ilmu hitam.
Budaya
yang berbau magis seperti Debus, dan mungkin ilmu-ilmu yang sebenarnya bertolak
belakang dari ajaran Islam yang notabene melekat kuat di Banten seperti ilmu
hitam pelet, santet, dan sebagainya menjadi dilema tersendiri bagi saya sebagai
warga Banten. Banten terkenal dengan hal-hal magis, tapi juga terkenal dengan
penduduknya yang religius. Hal-hal magis yang memang sudah jadi budaya
turun-temurun tersebut memang perlu dilestarikan, tapi di sisi lain, Banten
yang terkenal sebagai provinsi dimana kerajaan Islam pernah tumbuh dan berjaya
ini memiliki nilai-nilai religiusitas yang tinggi yang sesungguhnya juga
terkenal di luar sana.
Sekarang
bagaimana caranya untuk membentuk persepsi baru bagi masyarakat Banten serta
masyarakat luar Banten agar tidak salah pengertian mengenai budaya Banten yang
memang perlu dilestarikan tersebut.
Banten
kaya akan sumber daya manusia yang berpotensi memajukan Banten, khususnya
pemuda Banten. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA) satu-satunya
universitas negeri di Provinsi Banten, yang menjadi kebanggaan warga Banten
dimana setiap tahunnya pemuda dari seluruh penjuru negeri khususnya Banten
berlomba untuk mendapatkan bangku di sana. UNTIRTA sebuah tempat dimana para
pemuda baik dari Banten maupun dari seluruh Indonesia berkumpul dan belajar
berbagai ilmu untuk nantinya diimplementasikan dengan tujuan memajukan negeri
juga Provinsi Banten.
Mahasiswa
sebagai agen perubahan, sudah sepatutnya peka akan hal-hal yang terjadi di
sekelilingnya. Mahasiswa UNTIRTA sebagai para pemuda harapan Provinsi Banten
sesungguhnya sedang menghadapi tuntutan berat untuk memajukan daerah Banten.
Menurut saya, salah satu tuntutan tersebut adalah menjadikan Banten baik di dalam
persepsi masyarakatnya serta masyarakat luar Banten.
Ada
beberapa cara yang bisa dilakukan pemuda untuk mengukir nama baik Banten di
benak masyarakat luas. Yang pertama,
para pemuda bisa belajar dan mengukir prestasi di berbagai bidang yang mereka
tekuni. Bisa di bidang olahraga untuk nantinya mewakili daerah Banten di ajang
nasional dan internasional sekaligus memperkenalkan sumber daya, potensi, dan
keunikan yang ada di Banten.
Yang kedua, terjun ke masyarakat,
menanamkan penilaian positif tentang daerah tempat tinggal mereka. Mungkin bisa
dimulai dari unit terkecil sebuah negara, yaitu keluarga, dengan cara
mempelajari sejarah Banten dan berbagai hal yang ada di Banten selain untuk
menambah pengetahuan, hal tersebut juga dapat membuat kita semakin sayang
dengan tempat tinggal kita. Jika sudah belajar di keluarga, kita bisa
berkontribusi di lingkungan contohnya seperti ikut andil dalam acara-acara
sederhana seperti perayaan 17 Agustus dan Maulid Nabi bersama kumpulan pemuda
di RT atau RW. Dengan begitu, kita bisa menuangkan ide-ide tentang kebudayaan
Banten yang harus dilestarikan, sambil memikirkan hal-hal yang bisa diangkat
dari kebudayaan Banten demi menghilangkan generalisasi negatif masyarakat luas
tentang penduduk Banten yang “religius tapi juga jago ilmu hitam”.
Yang ketiga, pemuda Banten bisa
melakukan perjalanan ke luar daerah Banten baik itu ke daerah-daerah lain di
Indonesia, maupun luar negeri. Definisi perjalanan menurut saya---setelah
membaca beberapa buku mengenai traveling
dan pengalaman belajar di luar negeri---merupakan kesempatan untuk mendewasakan
diri, karena belajar beradaptasi dengan lingkungan baru, menghadapi
permasalahan baru yang lebih sulit dipecahkan dibandingkan ketika tinggal di
daerah asal dapat membuat kita menyadari betapa kecilnya kita jika dibandingkan
dunia serta ilmu pengetahuan di dalamnya. Dengan melakukan perjalanan, rasa
rindu akan kampung halaman dapat lebih terasa, begitu juga rasa cinta juga akan
tumbuh lebih besar. Perjalanan juga bisa dijadikan ajang pamer budaya daerah
tempat tinggal asal, serta meluruskan persepsi-persepsi miring orang-orang di
luar sana tentang Banten.
Itulah
hal-hal yang bisa dilakukan pemuda Banten untuk membentuk persepsi positif
mengenai Provinsi Banten. Dengan memberikan pemahaman dari dalam diri dan
keluarga, kemudian ke masyarakat Banten lalu masyarakat luas mengenai Banten.
Banten yang merupakan daerah yang dulunya kerajaan Islam dengan meninggalkan
budaya Islami, sudah sepatutnya dikenal oleh masyarakat luas. Banten yang kaya
akan budaya, baik itu budaya yang bernafaskan islami sekaligus magis seperti
Debus dapat menjadi keunikan tersendiri bagi Banten. Orang-orang tidak bisa
berprasangka atau menggeneralisasikan masyarakat Banten dalam persepsi yang
negatif, karena sesungguhnya budaya adalah warisan bangsa yang semuanya unik,
dan tidak bisa dibandingkan satu sama lainnya. Semua bentuk kebudayaan baik itu
ide atau gagasan, aktivitas, serta artefak (Koentjaraningrat, 2000), perlu
dilestarikan oleh masyarakat penganut dan pewaris kebudayaan tersebut.