Wednesday, 14 June 2017

Contoh Press Release Resmi


KLARIFIKASI SAUT SITUMORANG MENGENAI PERNYATAAN YANG DIDUGA MENDISKREDITKAN HMI
PRESS RELEASE
Nomor: 01/PR/25/V/2016

            Jakarta, 25 Mei 2016. Saut Situmorang dengan ini meminta maaf kepada pihak Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) atas kesalahannya dalam berbicara sehingga menimbulkan kesalahpahaman.

            Adapun pernyataan Saut Situmorang mengenai HMI yaitu, "Mereka orang-orang cerdas ketika mahasiswa, kalau di HMI minimal LK 1, tapi ketika menjabat jabatan mereka menjadi jahat, curang, greedy"

            Terkait peristiwa dugaan pernyataan yang melecehkan HMI yang dilontarkan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Saut Situmorang di suatu acara talk show TV swasta pada 5 Mei 2016 lalu, KPK berupaya menganalisis kasus tersebut apakah melanggar kode etik pimpinan KPK atau tidak.

            KPK kini sedang mengumpulkan bahan dan keterangan mengenai kasus Saut Situmorang dengan HMI untuk nantinya diambil kesimpulan apakah ada norma dan etika yang dilanggar oleh Saut Situmorang.

            Terkait kejadian tersebut, ketua KPK, Agus Rahardjo menegaskan tidak akan menempuh jalur hukum.

            KPK merangkul HMI sebagai mitra dalam upaya pemberantasan korupsi.

       Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.

 
Untuk informasi lebih lanjut silakan hubungi:
Annisa Ratu
Hubungan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi
Jl. HR. Rasuna Said Kav C-1 Jakarta Selatan
www.kpk.go.id

Twitter: @KPK_RI

Banten dan Pemuda Dalam Upaya Membentuk Persepsi Positif Daerahnya

Esai
Oleh Annisa Ratu – Ilmu Komunikasi – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Ditulis untuk memenuhi salah satu persyaratan seleksi Kuliah Kerja Nyata Kebangsaan 2017

            Banten adalah sebuah provinsi muda yang berdiri tahun 2000, yang merupakan pemekaran dari Provinsi Jawa Barat. Saya percaya Banten dijadikan sebuah provinsi karena Banten, daerah yang pernah berjaya di masa lalu sebagai pusat perdagangan ini memang mampu menjalankan otonomi daerah. Dengan segala potensinya di berbagai bidang mulai dari politik, ekonomi, sosial, dan budaya, Banten mampu menjadi provinsi yang maju dan baik di mata masyarakat Indonesia maupun dunia.

            Provinsi Baten di usianya yang muda telah menorehkan banyak cerita bagi saya pribadi serta masyarakat lainnya. Saya sendiri merupakan penduduk Kota Serang yang merupakan ibukota provinsi Banten, dapat merasakan atmosfer unik kota yang baru berdiri tahun 2007 silam ini. Mulai dari tata kotanya yang cukup rapi khas tata kota Islam dimana letak alun-alun, pusat pemerintahan, serta pusat ibadah yaitu masjid berdekatan seperti yang ada di tengah Kota Serang dan kawasan Banten Lama di Kabupaten Serang. Kemudian suasana keislaman yang cukup kental bisa saya rasakan di daerah Banten khususnya daerah Banten Lama dan Pandeglang. Hingga cerita-cerita pengalaman saya melakuka wisata ke berbagai tempat wisata menarik sambil mencicipi berbagai kuliner khas di penjuru Banten. Dari banyaknya cerita yang bisa saya dapatkan selama saya hidup di Banten, ada hal yang selalu menjadi pertanyaan keluarga dan teman-teman dari luar kota seperti, “di Banten banyak santet ya?” “Di Banten banyak ilmu hitam ya?” “Di sana banyak yang bisa pelet ya?” “Orang Banten, pinter ngaji dong?” dan sebagainya.

            Setiap tempat punya cerita, dan cerita-cerita itulah yang kemudian bisa menyebar dan mempunyai nilai di benak masing-masing individu yang mendengar cerita tersebut. Cerita-cerita tersebut sangat beragam, dibentuk oleh fisik tempat itu sendiri hingga pribadi penghuninya. Baik itu cerita romantis seperti yang melekat ketika orang-orang menyebut Paris, hingga “pemberani” ketika orang-orang menyebut Surabaya yang dikenal sebagai Kota Pahlawan karena aksi heroik Bung Tomo menyerukan semangat untuk pemuda-pemudi Surabaya, ditambah Bonek (Bondo Nekat/Modal Nekat) yang digambarkan nekat dan berani walaupun kebanyakan masyarakat mengartikannya negatif. Tapi bagaimana dengan Banten?

            Persepsi merupakan kesan yang diperoleh oleh individu melalui panca indera kemudian dianalisa, diintepretasi dan kemudian dievaluasi, sehingga individu tersebut memperoleh makna (Robbins:2003). Persepsi merupakan kesan atas sesuatu yang terbentuk setelah melalui proses pemikiran atau analisa dari individu. Banten sebagai daerah yang kental dengan kehidupan yang religius sekaligus hal-hal magis di pikiran orang-orang yang berasal dari luar Banten memberikan nilai tersendiri bagi orang Banten asli dan masyarakat pendatang yang tinggal di Banten. Mereka jadi semakin yakin dan percaya diri untuk berkata, “Wong Banten keh, jangan macem-macem!” yang maksudnya adalah memberi peringatan bahwa orang Banten kuat, dan tidak terkalahkan. Hal ini disebabkan oleh istilah Jawara Banten yang melekat dan cukup terkenal hingga daerah luar Banten. Jawara Banten sendiri merupakan pendekar asal Banten yang kuat, beberapa mendefinisikannya dengan pendekar yang kuat dengan religiusitas yang tinggi serta ilmu-ilmu kekebalan tubuh.

            Persepsi dari luar terbentuk karena pengalaman orang-orang luar Banten terhadap Banten sendiri. Sedangkan dalam membentuk persepsi Banten, selain karena memang budaya yang sudah melekat, orang Banten dipengaruhi juga dengan persepsi dari luar sehingga mereka cenderung menerima pemikiran luar yang menggeneralisasikan orang Banten bisa ilmu hitam.

            Budaya yang berbau magis seperti Debus, dan mungkin ilmu-ilmu yang sebenarnya bertolak belakang dari ajaran Islam yang notabene melekat kuat di Banten seperti ilmu hitam pelet, santet, dan sebagainya menjadi dilema tersendiri bagi saya sebagai warga Banten. Banten terkenal dengan hal-hal magis, tapi juga terkenal dengan penduduknya yang religius. Hal-hal magis yang memang sudah jadi budaya turun-temurun tersebut memang perlu dilestarikan, tapi di sisi lain, Banten yang terkenal sebagai provinsi dimana kerajaan Islam pernah tumbuh dan berjaya ini memiliki nilai-nilai religiusitas yang tinggi yang sesungguhnya juga terkenal di luar sana.
            Sekarang bagaimana caranya untuk membentuk persepsi baru bagi masyarakat Banten serta masyarakat luar Banten agar tidak salah pengertian mengenai budaya Banten yang memang perlu dilestarikan tersebut.

            Banten kaya akan sumber daya manusia yang berpotensi memajukan Banten, khususnya pemuda Banten. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA) satu-satunya universitas negeri di Provinsi Banten, yang menjadi kebanggaan warga Banten dimana setiap tahunnya pemuda dari seluruh penjuru negeri khususnya Banten berlomba untuk mendapatkan bangku di sana. UNTIRTA sebuah tempat dimana para pemuda baik dari Banten maupun dari seluruh Indonesia berkumpul dan belajar berbagai ilmu untuk nantinya diimplementasikan dengan tujuan memajukan negeri juga Provinsi Banten.

            Mahasiswa sebagai agen perubahan, sudah sepatutnya peka akan hal-hal yang terjadi di sekelilingnya. Mahasiswa UNTIRTA sebagai para pemuda harapan Provinsi Banten sesungguhnya sedang menghadapi tuntutan berat untuk memajukan daerah Banten. Menurut saya, salah satu tuntutan tersebut adalah menjadikan Banten baik di dalam persepsi masyarakatnya serta masyarakat luar Banten.

            Ada beberapa cara yang bisa dilakukan pemuda untuk mengukir nama baik Banten di benak masyarakat luas. Yang pertama, para pemuda bisa belajar dan mengukir prestasi di berbagai bidang yang mereka tekuni. Bisa di bidang olahraga untuk nantinya mewakili daerah Banten di ajang nasional dan internasional sekaligus memperkenalkan sumber daya, potensi, dan keunikan yang ada di Banten.

            Yang kedua, terjun ke masyarakat, menanamkan penilaian positif tentang daerah tempat tinggal mereka. Mungkin bisa dimulai dari unit terkecil sebuah negara, yaitu keluarga, dengan cara mempelajari sejarah Banten dan berbagai hal yang ada di Banten selain untuk menambah pengetahuan, hal tersebut juga dapat membuat kita semakin sayang dengan tempat tinggal kita. Jika sudah belajar di keluarga, kita bisa berkontribusi di lingkungan contohnya seperti ikut andil dalam acara-acara sederhana seperti perayaan 17 Agustus dan Maulid Nabi bersama kumpulan pemuda di RT atau RW. Dengan begitu, kita bisa menuangkan ide-ide tentang kebudayaan Banten yang harus dilestarikan, sambil memikirkan hal-hal yang bisa diangkat dari kebudayaan Banten demi menghilangkan generalisasi negatif masyarakat luas tentang penduduk Banten yang “religius tapi juga jago ilmu hitam”.

            Yang ketiga, pemuda Banten bisa melakukan perjalanan ke luar daerah Banten baik itu ke daerah-daerah lain di Indonesia, maupun luar negeri. Definisi perjalanan menurut saya---setelah membaca beberapa buku mengenai traveling dan pengalaman belajar di luar negeri---merupakan kesempatan untuk mendewasakan diri, karena belajar beradaptasi dengan lingkungan baru, menghadapi permasalahan baru yang lebih sulit dipecahkan dibandingkan ketika tinggal di daerah asal dapat membuat kita menyadari betapa kecilnya kita jika dibandingkan dunia serta ilmu pengetahuan di dalamnya. Dengan melakukan perjalanan, rasa rindu akan kampung halaman dapat lebih terasa, begitu juga rasa cinta juga akan tumbuh lebih besar. Perjalanan juga bisa dijadikan ajang pamer budaya daerah tempat tinggal asal, serta meluruskan persepsi-persepsi miring orang-orang di luar sana tentang Banten.

            Itulah hal-hal yang bisa dilakukan pemuda Banten untuk membentuk persepsi positif mengenai Provinsi Banten. Dengan memberikan pemahaman dari dalam diri dan keluarga, kemudian ke masyarakat Banten lalu masyarakat luas mengenai Banten. Banten yang merupakan daerah yang dulunya kerajaan Islam dengan meninggalkan budaya Islami, sudah sepatutnya dikenal oleh masyarakat luas. Banten yang kaya akan budaya, baik itu budaya yang bernafaskan islami sekaligus magis seperti Debus dapat menjadi keunikan tersendiri bagi Banten. Orang-orang tidak bisa berprasangka atau menggeneralisasikan masyarakat Banten dalam persepsi yang negatif, karena sesungguhnya budaya adalah warisan bangsa yang semuanya unik, dan tidak bisa dibandingkan satu sama lainnya. Semua bentuk kebudayaan baik itu ide atau gagasan, aktivitas, serta artefak (Koentjaraningrat, 2000), perlu dilestarikan oleh masyarakat penganut dan pewaris kebudayaan tersebut.